Hujan Di Sudut Kota

 Di sebuah kota kecil yang selalu ramai oleh klakson kendaraan dan hiruk-pikuk pasar, ada seorang gadis bernama Rani. Ia gemar duduk di sebuah warung kopi tua di sudut jalan, sambil menatap jendela kaca yang selalu dipenuhi embun ketika hujan datang.


Hari itu, hujan turun dengan derasnya. Orang-orang berlari mencari tempat berteduh, payung-payung warna-warni bertebaran seperti bunga yang bermekaran di jalan. Namun Rani hanya tersenyum tipis, menatap rintik hujan yang jatuh, seakan setiap tetesnya membawa cerita yang berbeda.


Di seberang jalan, seorang pemuda dengan gitar tua ikut berteduh. Rambutnya basah kuyup, bajunya menempel di tubuh. Rani memperhatikannya sebentar, lalu melambaikan tangan, mengisyaratkan agar ia masuk ke warung kopi. Pemuda itu ragu, tapi akhirnya melangkah masuk dengan senyum canggung.


“Basah sekali,” ujar Rani sambil menyodorkan segelas teh hangat.

“Terima kasih. Aku Arka,” jawabnya singkat, suaranya serak tapi hangat.


Sejak hari itu, hujan tak lagi terasa sepi bagi Rani. Setiap kali langit menurunkan rintiknya, Arka selalu muncul, membawa gitar dan lagu sederhana yang mengisi ruang kosong di hati Rani.


Mereka tak pernah membicarakan masa lalu atau masa depan. Hanya duduk, mendengar hujan, dan bernyanyi pelan. Seolah-olah dunia luar tak lagi penting yang ada hanyalah hujan, kopi hangat, dan dua jiwa yang diam-diam saling menemukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknologi Membawa Kemudahan dan Kemajuan dalam Kehidupan Kita

Malam Yang Sunyi

Pengamatan Perbedaan Es Teh Kantin 1 dan Es teh Kantin 6